Bagaimana Kewenangan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Dalam Pembatalan Peraturan Daerah?
Posted by baharcool89 | Posted on 23.07
Muncul perdebatan bahwa apakah Menteri Dalam Negeri berwenang melakukan pengujian
(executive review) terhadap suatu Peraturan Daerah atau tidak. Namun sebelum membahasnya,
terlebih dahulu perlulah di bedakan antara executive review dan executive
preview.
Executive review adalah pengujian yang dilakukan pemerintah eksekutif
terhadap peraturan perundang-undangan yang sudah berlaku. Dalam hal
pengawasannya, executive review biasa juga di sebut sebagai pengawasan
represif. Sedangkan, executive preview adalah pengujian yang dilakukan oleh pemerintah
eksekutif terhadap rancangan peraturan perundang-undangan. Jadi, dalam hal
executive preview, yang menjadi bahan pengujian adalah rancangan peraturan
perundang-undangan yang belum diberlakukan atau belum di undangkan. Executive
preview ini biasa juga di sebut sebagai pengawasan preventif.
Selama
ini pada prakteknya, kabanyakan Peraturan Daerah yang telah di uji oleh
Pemerintah c.q. Departemen Dalam Negeri, ketetapan pembatalannya dilakukan
dengan instrumen Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri). Dengan mengacu
pada instrumen hukum tentang pengujian dan pembatalan suatu Perda yang
dilakukan oleh pemerintah (executive review), maka Pasal 145 Ayat (3) UU Nomor
32 Tahun 2004 dengan tegas menyatakan bahwa keputusan pembatalan Perda di
tetapkan dengan Peraturan Presiden. Jika mengacu pada instrument hukum
tersebut, maka sebenarnya tidak ada kewenangan atributif Mendagri mengeluarkan
suatu keputusan untuk menetapkan pembatalan perda, melainkan secara tegas yang
berwenang membatalkan suatu perda ialah Presiden dengan Peraturan Presidennya.
Jika Presiden mendelegasikan kewenangannya kepada Mendagri untuk membatalkan
suatu Perda, maka Presiden sebenarnya telah menyalahi kewenangan atributifnya
yang jelas-jelas bertentangan dengan Pasal 145 Ayat (3) UU a quo. Adapun
kewenangan Mendagri mengeluarkan keputusan pembatalan suatu Perda, dikarenakan
Pemeritah Daerah tidak menindak lanjuti hasil evaluasi dari Pemerintah dalam
rangka pengawasan preventif dan tetap memberlakukan Perda dimaksud, sebagaimana
yang dijelaskan pada Pasal 185 Ayat (5) UU Pemerintahan Daerah. Disinilah
sebenarnya letak kewenangan atributif Mendagri dalam melakukan pembatalan suatu
Perda dan pengujian Rancangan Perda (executive preview) atau biasa juga di
sebut pengawasan preventif. Namun, kewenangan Mendagri tersebut dalam hal
pengawasan preventif secara langsung hanya terbatas pada tingkatan provinsi
semata, dan selanjutnya pada tingkatan kabupaten/kota, pengawasan preventif
Mendagri bersifat tidak langsung, karena yang menjalankan secara langsung
adalah Gubernur. Hal ini dapat terlihat pada Pasal 185 dan Pasal 186 UU a quo.
Dalam Pasal 185 dinyatakan bahwa, rancangan Perda provinsi tentang APBD dan
rancangan Peraturan Gubernur tentang penjabaran APBD setelah hasil dari
evaluasi Menteri Dalam Negeri yang menyatakan bahwa rancangan perda dan
rancangan pergub tersebut bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi, maka Gubernur Bersama DPRD melakukan
penyempurnaan paling lama tujuh hari terhitung sejak diterimanya hasil
evaluasi. Apabila hasil evaluasi tidak di tindak lanjuti, dan Gubernur tetap
menetapkan rancangan perda dan rancangan Pergub tersebut, maka Menteri Dalam
Negeri membatalkan perda dan pergub dimaksud sekaligus menyatakan berlakunya
pagu APBD tahun lalu. Dari sini terlihat jelas bahwa Menteri dalam Negeri
melakukan pengawasan preventif terhadap rancangan perda provinsi (pengawasan
secara langsung).
Sedangkan
dalam Pasal 186 dinyatakan bahwa rancangan Perda kabupaten/kota tentang APBD
dan rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD setelah hasil
dari evaluasi Gubernur yang menyatakan bahwa rancangan peraturan daerah dan
rancangan peraturan bupati/walikota tersebut bertentangan dengan kepentingan
umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, maka Bupati/Walikota
Bersama DPRD melakukan penyempurnaan paling lama tujuh hari terhitung sejak
diterimanya hasil evaluasi. Apabila hasil evaluasi tidak di tindak lanjuti, dan
Bupati/Walikota tetap menetapkan rancangan perda dan rancangan Peraturan
bupati/walikota, maka Gubernur membatalkan Peraturan Daerah dan Peraturan
Bupati/Walikota dimaksud sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBD tahun lalu.
Selanjutnya, Pasal 186 Ayat (6) beserta penjelasannya dinyatakan bahwa Gubernur
menyampaikan hasil evaluasi rancangan perda kabupaten/kota tentang APBD dan
rancangan peraturan bupati/walikota tentang penjabaran APBD kepada Menteri
dalam negeri yang untuk selanjutnya di tindak lanjuti. Akan tetapi, tidak ada
petunjuk jelas mengenai proses penindaklanjutan hasil evaluasi Gubernur yang
dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri sehingga tampak samar bagaimana metode
pengawasan yang dilakukan oleh Mendagri terhadap rancangan Perda
kabupaten/kota. Dari penjelasan Pasal 186 Ayat (6) tersebut, terlihat jelas
bahwa yang melakukan pengawasan preventif secara langsung adalah Gubernur,
sementara Menteri Dalam Negeri hanya melakukan pengawasan preventif secara
tidak langsung terhadap rancangan Perda kabupaten/kota.
Selanjutnya,
pengawasan preventif oleh Pemerintah baik Mendagri untuk tingkat provinsi
maupun Gubernur untuk tingkat kabupaten/kota, tidak hanya terbatas pada
Rancangan Perda APBD beserta penjabarannya. Pengawasan preventif juga berlaku
pada proses penetapan Rancangan Perda yang berkaitan dengan Pajak Daerah,
Retribusi Daerah, dan Tata Ruang Daerah. Sebagaimana yang dimaksud Pasal 189 UU
No.32 Tahun 2004 menyatakan bahwa Proses penetapan Rancangan Perda yang
berkaitan dengan pajak daerah, retribusi daerah, dan tata ruang daerah menjadi
perda, berlaku Pasal 185 dan Pasal 186, dengan ketentuan untuk pajak daerah dan
retribusi daerah dikoordinasikan terlebih dahulu dengan Menteri Keuangan, dan
untuk tata ruang daerah dikoordinasikan dengan Menteri yang membidangi urusan
tata ruang. Dengan berlakunya Pasal 189 tersebut, maka ketentuan Pasal 5A dan
Pasal 25A UU Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18
Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, menjadi tidak berlak.
Selama
ini pada prakteknya, kabanyakan Peraturan Daerah yang telah di uji oleh
Pemerintah c.q. Departemen Dalam Negeri, ketetapan pembatalannya dilakukan
dengan instrumen Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri). Dengan mengacu
pada instrumen hukum tentang pengujian dan pembatalan suatu Perda yang dilakukan
oleh pemerintah (executive review), maka Pasal 145 Ayat (3) UU Nomor 32 Tahun
2004 dengan tegas menyatakan bahwa keputusan pembatalan Perda di tetapkan
dengan Peraturan Presiden. Jika mengacu pada instrument hukum tersebut, maka
sebenarnya tidak ada kewenangan atributif Mendagri mengeluarkan suatu keputusan
untuk menetapkan pembatalan perda, melainkan secara tegas yang berwenang
membatalkan suatu perda ialah Presiden dengan Peraturan Presidennya. Jika
Presiden mendelegasikan kewenangannya kepada Mendagri untuk membatalkan suatu
Perda, maka Presiden sebenarnya telah menyalahi kewenangan atributifnya yang
jelas-jelas bertentangan dengan Pasal 145 Ayat (3) UU a quo. Adapun kewenangan
Mendagri mengeluarkan keputusan pembatalan suatu Perda, dikarenakan Pemeritah
Daerah tidak menindak lanjuti hasil evaluasi dari Pemerintah dalam rangka
pengawasan preventif dan tetap memberlakukan Perda dimaksud, sebagaimana yang
dijelaskan pada Pasal 185 Ayat (5) UU Pemerintahan Daerah. Disinilah sebenarnya
letak kewenangan atributif Mendagri dalam melakukan pembatalan suatu Perda dan
pengujian Rancangan Perda (executive preview) atau biasa juga di sebut
pengawasan preventif. Namun, kewenangan Mendagri tersebut dalam hal pengawasan
preventif secara langsung hanya terbatas pada tingkatan provinsi semata, dan
selanjutnya pada tingkatan kabupaten/kota, pengawasan preventif Mendagri
bersifat tidak langsung, karena yang menjalankan secara langsung adalah
Gubernur.
Comments (0)
Posting Komentar